BERBAKTI DAN MENGABDI

BERBAKTI DAN MENGABDI

Minggu, 08 Juli 2012

MENJADI PRIBADI YANG SANTUN




Oleh Nina, S.Pd (mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia S2 (PPs) Unsur Cianjur)

dimuat di Majalah ISMA No. 118/22 Mei-21 Juni 2012

Coba kita sama-sama bayangkan, andaikata kita sedang mencari alamat dan bertemu kumpulan remaja, lalu menanyakan alamat rumah Pak Ali di mana? “Tidak tau!!” jawabnya sambil asyik bermain gitar bersama sebayanya. Atau dapat kita rasakan bagaimana hati amat tidak nyaman, bila keluarga kita sedang sakit keras, tetangga lain malahan asyik memutar lagu dangdut dan berjoget berpesta pora? Atau anak tetangga membuang sampah di halaman rumah kita? Adapula anak muda begitu asyiknya mengoprek motor dan memainkan bunyi knalpot keras-keras, di saat kita sedang istirahat siang? Jawabannya pasti amat jengkel, kan..

Pribadi yang santun

Tatakrama diperlukan untuk hidup saling bertetangga dan beraktivitas sehari-hari. Sungguh menyenangkan bila hidup ini penuh tatakrama. Saudara atau teman kita, selalu menunjukkan perangainya baik, wajahnya berseri, ucapannya yang baik, dan perilakunya yang terpuji.

Betapa damai bila kita diberi lingkungan yang kondusif. Saling menasihati, saling membantu dan saling mengingatkan. Saling menolong di kala saudara atau tetangga sedang dilanda kesusahan, saling menasihati dan memberi motivasi di kala kita atau kawan gundah gulana, atau saling mendo’akan satu sama lain. Perilaku sungguh terpuji.

Untuk menjadi pribadi yang santun, ada hal perlu diperhatikan, yaitu: (a) jadilah pribadi terbuka, sederhana, sabar, dan menghargai orag lain. (b) selalu berpikir positif dan berprasangka baik. (c) berbicara sopan santun. (d) tunjukkan mimik muka yang cair dan bersahabat; (e) bersikap legowo, berbesar hati dan menerima masukan orang lain.

Pribadi yang santun harus tertanam dalam diri kita sendiri, bukan atas paksaan atau tekanan pihak lain. Mulailah dengan memberi wajah familiar terhadap siapapun. Sapalah mereka dengan sopan. Jangan menyombongkan diri sendiri. Berusahalah agar bisa menghargai dan menghormati orang lain. Berpikirlah positif dalam menyikapi sesuatu hal. Penuiis yakin, kita dapat menjadi pribadi yang santun yang dicintai orang lain dan memiliki sahabat yang banyak.

Perubahan Tatakrama

Tatakrama dapat berubah bentuknya, dipengaruhi waktu, tempat, struktur sosial, dan situasinya. Sejak zaman dulu hingga sekarang, perilaku tatakrama telah mengalami perubahan. Tatakrama di tanah Pasundan mengalami berbagai masa, yaitu zaman kerajaan, zaman dalem, zaman Belanda, hingga zaman sekarang. Sebagai contoh, tatakrama orang Sunda seperti yang dikemukakan oleh D.K. Adiwinata, tatakrama yang dianggap paling baik dan sopan pada zaman dulu mungkin saja tidak cocok diterapkan pada zaman sekarang. Contohnya saja, apabila bertemu raja atau anggota kerajaan di jalan, orang-orang yang ada di pasar atau di jalan diharuskan langsung duduk bersimpuh sambil menyembah sebagai tanda menghormati dan mengagungkan.

Kini hal itu tidak dilakukan lagi, orang-orang dapat menyambutnya tak lagi berlebihan. Sebagai penghormatan dapat diberikan berupa apresiasi atau menyalaminya. Terhadap bupati, atau pejabat tak ada lagi penghormatan berlebihan yang melecehkan martabat dan hak azasi manusia di mata sesama manusia lainnya.

Tatakrama seperti halnya bahasa dalam perkembangannya selalu dinamis dan digunakan sebagai alat komunikasi dan bergaul dalam masyarakat. Di berbagai tempat dan elemen, seperti di lingkungan rumah, sekolah, rumah sakit, tempat pekerjaan, atau daerah satu dengan lainnya seperti Bandung atau Purwakarta memiliki kebiasaan dan tradisi lokal yang berbeda. Kita sebagai pendatang selayaknya mengetahui adat-istiadat setempat, agar diterima oleh masyarakat setempat.

Kalau kita mengacuhkan, alamat mendapat kesulitan, bahkan diitolak masyarakat di sana. Kita harus pandai menjaga dan menempatkan diri. Hal sesuai dengan pepatah, “di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung”.

Begitu tatakrama di rumah sakit, janganlah berbuat gaduh atau berbicara keras. Lembutkan suaramu. Bila menjenguk orang sakit, hiburlah mereka dengan ucapan yang membangkitkan motivasi. Lalu do’akan agar cepat sembuh. Taatilah aturan di rumah sakit, seperti menjenguk di saat jam besuk, tidak membawa anak kecil, tidak gaduh, dan sebagainya. Sementara bila di stadion sepakbola, kita boleh berteriak sepuasnya, namun jangan mengabaikan tatakrama, yaitu tidak mengumpat, memprovokasi atau berbuat anarki. Tatakrama di mesjid, kita sebaiknya menggunakan pakaian bersih, mencuci kaki, memiliki abdas (wudu), dan usahakan selalu berzikir. Ingat, tatakrama di mesjid untuk menghindarkan diri dari berbuat gibah, bermain-main atau hal-hal memubadirkan waktu.

Di sekolah, selain ada aturan tertulis, juga aturan tidak tertulis. Semua itu harus dilaksanakan. Peserta didik harus berseragam sesuai yang telah ditentukan, datang tepat waktu, konsentrasi dalam belajar, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Hal yang sama berlaku bagi guru, musti tidak terlambat, penuh dedikasi dan tanggung jawab, mengajari dan mendidik anak-anak.

Pada kehidupan bermasyarakat, terdapat berbagai kelas sosial seperti keadaan sosial-ekonomi, gender, ketokohan, pendidikan, dan lain-lain. Meskipun semua manusia memiliki derajat sama, tetapi penghormatan dan sikap santun perlu kita berikan kepada siapa pun baik mereka lebih tua ataupun lebih muda, orang dikenal ataupun baru dikenal, status sebagai atasan atau bawahan, kepada laki-laki atau perempuan. Dengan selalu menjungjung tatakrama, kita pun bakal dihormati dan disegani oleh mereka. Ini sesuai dengan pepatah, anda sopan, kami segan.

Tatakrama terkait dengan situasi, yakni (a) situasi resmi (formal), misalnya rapat, seminar, ceramah, mengajar, dan lain-lain; (b) tidak resmi (non formal), mengunjungi saudara, menengok orang sakit, dan sebagainya. (c) religius: pengajian, tablig akbar, dan sebagainya. (d) adat-istiadat: acara pernikahan, atau khitanan, (e). Keakraban: bercanda dengan teman, dan sebagainya.

Pada kegiatan resmi seperti rapat, perhatikan tatakramanya. Datang usahakan tidak terlambat, berpakaian rapi. Usahakan membawa buku catatan dan balpoin untuk mencatat jalannya rapat. Jangan menyela pembicaraan. Mintalah izin ketika akan menyanggah atau memberi usul. Jangan meninggalkan rapat, sebelum pimpinan rapat meninggalkan ruangan. Begitu pula saat acara pengajian, pakailah baju muslim, kopeah, bersih dan wangi.

Bila kita memperhatikan hal yang di atas, maka di mana pun kita berada, kita mudah beradaptasi dan akrab dengan warga yang baru ditemui sekalipun. Tatakrama terus mengalami perubahan, tapi  prinsipnya sama, yaitu merupakan nilai-nilai untuk saling menghormati dan menghargai sesama. ********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar