BERBAKTI DAN MENGABDI

BERBAKTI DAN MENGABDI

Sabtu, 16 November 2013

Bincang Alumni 2013: Hj. Nenden Kamaria Hanura, Mengubah Rasa Galau dengan Senyum Kebahagiaan

Selasa, 05 Maret 2013 05:07

Di antara kawan-kawan seangkatannya, Hj. Nenden Kamaria Hanura, S.Pd, M.Pd adalah peserta yang mengikuti sidang magister paling dramatis. Semua kawannya bisa mendaftar Sidang Tahap I di hari Sabtu (19/1), ditandai di-acc draft tesisnya oleh para pembimbingnya sekaligus boleh digandakan.

Hajah Nenden - biasa dipanggi kawan-kawannya- saat itu  belum mendapat persetujuan pembimbingnya. Padahal, ikut-serta Sidang Tahap I merupakan hal niscaya untuk meniti ke tangga Sidang Tahap II dan pintu wisuda.  Dramatisnya, jadwal pertemuan dengan pembimbing adalah hari Rabu atau sehari menjelang toleransi  perpanjangan masa pendaftaran sidang berakhir. Andai saja harus mengikuti sidang magister periode berikutnya adalah suatu mimpi buruk baginya.  Tak pelak, selama 4 hari, Hajah Nenden merasakan hari-hari amat berat.  Membelenggu dirinya dalam ketidakpastian. Kegalauan dan kegundahan mewarnai akun facebooknya.

Kegelisahan dan tekanan psikis akhirnya berbuah kebahagiaan luar biasa,  Hajah Nenden berhasil melewati rintangan yang menguras pikiran dan emosi.  Ia bukan saja berhasil mendaftarkan diri -meskipun sebagai peserta paling bontot-, tetapi mampu melewati kedua Ujian Sidang dengan mulus.  Bukan hanya itu, guru SMPN 2 Kota Sukabumi yang hobi menanam bunga ini mendapat kabar cukup membahagiakan menjelang Ujian Sidang Magister Tahap Akhir. Artikel Ilmiah dari tesis dibuatnya mendapat kepastian dimuat di jurnal Dinamika dan nilai Toeflnya cukup mengesankan.  Hajah Nenden mendapat nilai tiga besar secara meyakinkan, setelah mendulang poin tertinggi di sesi awal.  Ibu yang tinggal di Jalan Pasirbahagia Perum Nanggeleng kota Sukabumi benar-benar merasakan atmosfer kebahagiaan tiada tara.

Kuliah di S-2 UNSUR Telah Mengubah Hidup Saya

Nina, S.Pd, M.Pd, memanfaatkan GGI sebagai tempat menginap

Selama kuliah pula, Ibu Nina menggunakan fasilitas  penginapan yang dianggap murah meriah untuk kantong mahasiswa, yakni GGI PGRI Kab. Cianjur (klik beritanya di SINI). Ada sejumlah kawan-kawannya dari daerah selatan Cianjur dan Sukabumi atau Bandung yang menginap di gedung milik organisasi profesi guru tertua dan terbesar di tanah air  yang berada di jalan Aria Cikondang Cianjur tsb.  Sabtu sore, baru mengemas barang-barang untuk membelah tapal batas kabupaten Cianjur bagian utara tersebut. 

Melejitkan karier
Kuliah di magister, telah melejitkan karier dosen muda yang pernah mengenyam pendidikan di SDN Sukamaju 1 Cimahi (1991~1997), SMPN 2 Cimahi (97~2000), SMA Pasundan 1 Cimahi (2000~2003).  Tahun 2003-2008 menyelesaikan pendidikan sarjananya di  STKIP Subang pada program studi  Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.  Selulus dari program sarjananya,  Nina menjadi guru honorer (GTT) dan meraih sertifikat pendidik saat mengajar di SDN Galumpit Purwakarta. 

Rabu, 19 Desember 2012

Pengelola Jurnal di Lingkungan UNSUR Gelar Raker

Raker Pengelola Jurnal di Lingkungan FKIP UNSUR dibuka Dekan FKIP UNSUR (Sabtu, 15/12)

Berdasarkan Surat edaran No. 152/E/T/2012 tanggal 27 Januari 2012, syarat kelulusan mahasiswa diwajibkan mempublikasikan karya ilmiah.  Bagi mahasiswa S1 wajib mempublikasi karya ilmiah di jurnal ilmiah. Begitu pula mahasiswa S2 di jurnal ilmiah nasional, dan untuk mahasiswa S3 harus di jurnal ilmiah internasional.

Dengan bergulirnya aturan baru tersebut, maka keberadaan jurnal di perguruan tinggi merupakan hal penting.  Secara ideal, perguruan tinggi dapat menghasilkan dua komponen, yakni lulusan (orang) dan karya ilmiah. Efektivitas  komponen kedua,  tentunya harus dipublikasikan agar bisa dibaca semua orang dan menciptakan dialektika keilmuan yang nantinya berimplikasi positif terhadap kualitas perguruan tinggi. Harapan pemerintah, publikasi karya ilmiah menjadi tradisi akademik di Indonesia.

Peserta Raker sedang berkonsentrasi terhadap materi diberikan penyaji.

Untuk mengantisipasi hal itu, pengelola jurnal di lingkungan FKIP Universitas Suryakancana Cianjur, hari Sabtu (15/12) di ruang Micro Teaching FKIP UNSUR mengadakan rapat kerja berkaitan dengan pengelolaan jurnal di fakultas pendidikan dan keguruan ini.  Rapat kerja ini mengambil tema  "Membudayakan  publikasi ilmiah di kalangan civitas akademika FKIP UNSUR".  Adapun tujuan hendak dicapai adalah    meningkatkan keterampilan publikasi ilmiah civitas akademika FKIP UNSUR.

Raker itu dibuka secara resmi oleh Dekan FKIP UNSUR Cianjur, Drs. H. Iyep C. Hermawan, M.Pd.  Acara selanjutnya menampilkan  narasumber Drs. Daud Pamungkas, M.Pd dan Dr. Hj. Siti Maryam, M.Pd memberi pembekalan seputar pengelolaan jurnal baik tantangan, peluang dan kendalanya.  Kedua narasumber  membawakan materi "Standar Jurnal Ilmiah Edisi Terbaru". Acara tsb dipandu oleh Muh. Akhrom.

Dalam kesempatan itu hadir sejumlah peserta merupakan pengelola jurnal di lingkungan FKIP UNSUR Cianjur.  Mereka mewakili media jurnal yang dikelolanya, seperti:   PRISMA (Pendidikan Matematika) yaitu  1. Dra. Hj. Sri Sulastri, M.Pd. 2. Dra. Euis Sapinah Suryani, M.Pd. 3.    Siti Andriani, S.Si. 4.    Ari Septian, S.Si.   Peserta dari jurnal MAENPO milik Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (PJKR) adalah  5. Drs. Budiarto, M.Pd., 6. Dr. H. Tjetjep Habibudin, M.Pd, 7. H. Samsudin Ramli, S.IP., M.Pd., 8. H. Tendi Hidayat, S.Pd., M.Pd.  Sementara Perwakilan jurnal KEWARGANEGARAAN (Jurusan PKn) terdiri : 9. Drs.H. Munawar Rois, M.Pd, 10. Drs. Yahya Mulyadi, M.Pd., 11. Andi Sutandi, S.T. dan 12. Banan Sarkosih, S.Pd., M.Pd.

Adapun perwakilan dari jurnal  ALINEA  (PBSI S1) adalah  13. Dr. Hj. Iis Ristiani, M.Pd, 14. Dr. Sri Mulyanti, M.Pd, 15. Drs. Daud Pamungkas, M.Pd, 16. Dra. Hj. Yeni Suryani, M.Pd., 17. Hamzah Fansuri, S.E.

Peserta dari Jurnal KEPENDIDIKAN (FKIP) terdiri:  18. Drs. H. Iyep Candra Hermawan, M.Pd., 19. Dr. Siti Maryam, M.Pd., 20. Drs. H. Abud Prawirasumantri, 21. Endang Jamaludin, S.E.  Adapun partisipan lain yang hadir  22. Dr. Benny, 23. Helmy Jauhari, M.Hum, 24. Nia Kurniawati, S.Pd. dan 25. Aan Hasanah, S.Pd.,M.Pd.

Pembekalan diberikan dalam rangka menyambut tahun 2013, di mana keberadaan jurnal diprediksi bakal semakin diminati oleh para dosen maupun mahasiswa.     (***/admin) 



Rabu, 17 Oktober 2012

Mengakhiri Tahun Akademik 2011/2012, Dosen dan Mahasiswa PBSI S2 UNSUR Cianjur Kunjungi Ujunggenteng, Sukabumi


Beroleh kesegaran di Pantai Ujunggenteng, Sukabumi

Hari Sabtu, 14 Juli 2012 merupakan akhir masa perkuliahan tahun akademik 2011/2012. Sejak hari Jum'at, kegiatan akademik di penghujung masa perkuliahan dilaksanakan berupa  ujian akhir semester (UAS) mahasiswa semester 1, 2, dan 3.  Kegiatan UAS kebetulan  bertepatan dengan berakhirnya pelaksanaan Ujian Komprehensif (bagi semester 3) dan Sidang Tahap II (semester akhir).

Mengakhiri perkuliahan ini, beberapa dosen, staf dan mahasiswa PBSI S2 UNSUR yang mengikuti ujian Komprehensif dan Sidang Tahap II menggunakan momentum ini dengan berwisata ke Taman Pesisir Pantai Penyu, Pangumbahan, Ujunggenteng, Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi.  Acara pengenduran urat syaraf dalam beroleh kesegaran sekaligus pelega emosi dari rutinitas kegiatan sehari-hari dilaksanakan pascakegiatan ujian, yakni  Sabtu-Minggu (14-15/7).

Wisata dilakukan kalangan akademisi PBSI S2 melibatkan mahasiswa dan dosen ini tergolong istimewa, karena dilakukan di  luar kegiatan lapangan akademik seperti biasangya (bukan seperti studi lapangan-red).  Di sini mahasiwa tak perlu direpotkan harus membuat laporan tugas, tetapi bersiap menikmati kejutan, yakni panorama  basisir pakidulan Ujunggenteng mempesona.

Prof. Iswas mencoba mengarungi Samudra Hindia

Nilai istimewa lainnya pada kesempatan ini hadir sejumlah "pupuhu" Prodi PBSI S2 UNSUR Cianjur, yakni Prof. Dr. Iskandarwassid, M.Pd (Ketua Prodi PBSI S2), Dr. Hj. Siti Maryam, M.Pd (Sekretaris Prodi), Dra. Hj. Yeni Suryani, M.Pd (Bendahara).  Turut serta pula staf pengajar PBSI S2 lainnya Dr. H. Kohar Pradesa, M.Pd, Dr. H. Yayat Sudaryat, M.Pd.  Sebelumnya beberapa staf dosen lainnya telah memberi konfirmasi keikutsertaan, yakni Prof. Dr. H. Yus Rusyana, Dr. Hj. Iis Ristiani, M.Pd, Drs. H. Iyep C. Hermawan, M.Pd, Ruswan Dallyono, S.Sos, M.Pd, rupanya ada sesuatu keperluan mendadak dan padatnya kegiatan yang bersangkutan  membuat ybs. belum bisa bergabung  dalam rombongan ini.

Pantai Penyu Pangumbahan
Namun, perjalanan ke salah satu ujung dimiliki provinsi  Jawa Barat ini tak kalah serunya.  Kisah lainnya dapat pembaca nikmati di blog PBSI S2, secara bertahap akan ditayangkan.
Seorang mahasiswi PBSI S2 mengikuti prosesi pelepasan tukik ke laut

Rombongan terdiri 3 mobil avanza bertolak pukul 15.30 dari Kampus UNSUR Cianjur melalui kota Sukabumi.  Peserta menunaikan salat Magrib  di daerah Lengkong.  Perjalanan malam menembus Jampangkulon melalui jalan pintas Mataram cukup menggenjot adrenalin penumpang.  Jalan berbatu dan hampir tidak dijumpai pemukiman menjadi kisah menarik tersendiri.  Pada akhirnya kendaraan tiba di jalan mulus Jampangkulon-Surade baru saja dihotmix.  Pukul 22.00, rombongan mencapai  Ujunggenteng dan menempati pondokan yang telah disiapkan.

Rasa lelah melakukan perjalanan panjang setara 6 jam itu, terobati oleh jamuan khas Ujunggenteng yang telah disediakan mahasiswa baru saja menuntaskan tesisnya, Sirwan Budiarto.  Ia tinggal di Cikalapa, Ujunggenteng.  Ikan bakar, nasi hangat, krupuk opak dan sambel dengan lalabnya langsung diterima dengan antusias.

Memanjakan lidah dengan kuliner ikan bakar yang cita rasa dan sensasinya terus nempel di lidah  penikmatnya.

Ikan bawal seberat 3 kg dan ikan lainnya ini telah diracik dengan bumbu ngepas dan dibakar pas, membuat dagingnya yang tebal dan "pepel" matang sempurna.   Gemuruh deburan gelombang Samudra Hindia yang berada persis di belakang saung tempat botram laksana iringan musik rok yang  menggairah suasana malam.  Apalagi sambal "jeletot" cukup pedas di lidah, efektif menggandakan nafsu makan terpendam sebelumnya. Dari kejauhan, sorot cahaya kapal nelayan secara samar-samar dapat diterawang dari balik saung. Makan malam di malam panjang di tepi pantai menimbulkan kesan mendalam. Bagi yang pernah bermalam mingguan di tepi pantai, barangkali  membangkitkan romantisme dan kenangan manis masa lalu.

Perjalanan ke Pantai Penyu Pangumbahan berjarak 4 km dilakukan malam itu juga.  Pantai Pangumbahan ditempuh dari lokasi Penginapan sekitar 20 menit melalui jalan sirtu (pasir batu) melewati sepanjang pasisir.

Pak Kohar dan Pak Yayat turut penasaran mengintip penyu di Pantai Pangumbahan

Meski malam telah larut, tak menghalangi rombongan menuntaskan kepenasaran melihat momen  proses bertelurnya penyu hijau di Pantai Penyu, Pangumbahan.  Seakan tak mengenal lelah, tiga sopir membawa peserta ini tetap antusias dan bersemangat menuju  Pantai  Pangumbahan.  Suasana deretan losmen dijumpai sepanjang jalan di pesisir pantai tampak penuh.  Begitupula rombongan remaja tampak berjalan kaki, membuat suasana malam jauh dari kesan sepi.
Pukul 00.30, rombongan mencapai lokasi Pantai Penyu Pangumbahan.  Rombongan sempat berbincang-bincang dengan petugas. Petugas menerangkan bahwa penyu amat sensitif terhadap gerakan maupun cahaya.   Ketika melihat banyak gerakan atau sorot cahaya, pengintaian penyu hendak bertelur bisa gagal total.  Namun tuli terhadap suara.  Meskipun kita berteriak dan berdiri di dekatnya, selama tidak bergerak atau menyalakan cahaya, penyu akan tidak terganggu.

Penyu hijau di Pantai Penyu Pangumbahan rela berjuang mengarungi ganasnya Samudra Hindia demi generasi selanjutnya: pesan tanggung jawab dan ketulusan sang ibu (Sumber: ujung-genteng.info)

Dibalik gemuruh suara gelombang laut yang mencekam, rombongan berhasil mencapai tepi pantai. Pasir halus membuat telapak kaki terbenam ke dalam pasir.  Itulah sebabnya, beberapa peserta rombongan menyarankan agar membuka sandal. Petugas yang berada di tepi pantai menyarankan agar rombongan menunggu di aula, nanti akan diberi kabar bila ada penyu yang naik ke daratan.  Proses penyu naik ke daratan, menggali lubang untuk bertelur dan proses bertelur memakan waktu 2 jam.  Menurut petugas, baru saja pada pukul 21.00, ada seekor telur yang telah naik dan bertelur.  Seekor penyu hijau mampu menghasilkan telur sekitar 150 butir.

Tengah malam di Lokasi Konservasi Penyu Pangumbahan
Pantai Menarik
Wisata di daerah Ujunggenteng cukup banyak sekali. Selain bisa  melihat langsung penyu hijau (Chelonia Mydas) bertelur di pantai Pangumbahan, lokasi bertelur penyu lainnya adalah Muara Cipanarikan. Muara ini cukup indah dan tenang. Banyak dikunjungi wasatawan lokal.  Satu lokasi lagi di Citirem berjarak 9 km dari Pangumbahan.  Telur-telur di 2 lokasi ini, menurut petugas ditetaskan di Penangkaran Pangumbahan.

Curug Cikaso penorama menakjubkan di selatan Sukabumi

Pengunjung bisa  berselancar di daerah Ombak Tujuh.   Lokasi ini merupakan kawasan diminati  bagi wisatawan mancanegara untuk olahraga selancar. Sebutan ombak tujuh menurut penduduk karena ombaknya selalu berurutan tujuh ombak dan selalu besar-besar.

Curug Cikaso adalah daerah wisata cukup eksotis merupakan tempat diminati wisatawan cukup indah. Di sini, pengunjung bisa menyaksikan keindahan panorama Curug  dalam 3 sisi sekaligus.

Pantai Amanda Ratu, Tanah Lot-nya Ujunggenteng (sumber: ujung-genteng.info)

Pantai lainnya yang mempesona adalah Tanah Lot Amanda Ratu.  Pantai ini boleh dikatakan Tanah Lot-nya Bali yang ada di Ujunggenteng. Meskipun belum setenar Tanah Lot Bali, namun Anda dijamin puas menuntaskan mata Anda dengan menikmati tawaran pesona alam mengagumkan di sekelilingnya.

Pastikan bagasi Anda cukup untuk buah tangan: Seorang mahasiswa sedang mengepak bagasi buah tangan berupa "ikan segar" dari TPI Ujunggenteng

Anda bisa berbelanja ikan segar di tempat Pelelangan Ujunggenteng yang berada bersebelahan dengan bekas dermaga Ujunggenteng untuk oleh-oleh yang di rumah.  Ikan-ikan segar seperti lobster, layur, jongjolong, bawal bisa Anda dapatkan dengan harga lebih murah.  Bagi Anda pecinta ikan besar seperti jangilus, pari atau hiu sekalipun, Anda bisa memanjakan diri kuliner "daging putih" yang non-kolesterol ini di sini. (dewa)



Memanjakan Diri JJS dan Belanja di Atas Tanah Genting Ujunggenteng, Pakidulan Sukabumi


Pengunjung  dari Prodi PBSI S2 UNSUR jalan-jalan santai (jjs)  persis di daerah "heureut "(genteng) menuju Tempat Pelelangan Ikan Ujunggenteng
Mungkin banyak menyangka toponimi (penamaan daerah) Ujunggenteng erat kaitannya dengan nama benda yang biasa dipakai  sebagai peneduh rumah dari tanah liat (disebut genteng dalam bahasa Indonesia atau kenteng pada bahasa Sunda.  Ternyata keliru.  Pabrik genteng terkenal adalah daerah Jatiwangi  di Majalengka, bukan di wilayah pakidulan Sukabumi ini.

Genteng (bahasa Sunda)  berarti heureut di antara dua nu rubak (sempit di antara yang lebar). Untuk memudahkan ilustrasi, mari cermati  wawangsalan dalam bahasa Sunda, yaitu nyiruan "genteng" cangkengna, masing mindeng pulang anting. Isi wawangsalan yang dimaksud adalah papanting (serangga).  Serangga terdiri atas 3 bagian yakni kepala (cephal), dada (thorax) dan perut (abdomen). Antara dada dan perut ada bagian yang genteng atau heureut (kecil) persis pada bagian pinggangnya.  Gambaran serangga ini bisa untuk menjelaskan kondisi daratan wilayah Ujunggenteng. Istilah genteng dalam bahasa Sunda sendiri bila diterjemahkan ke  dalam bahasa Indonesia  lebih merujuk pada makna dua tanah sempit yakni tanah genting.
Nyiruan/papanting (lebah) merupakan serangga "genteng" cangkengna (pinggangnya). Memisahkan antara dada (thorax) dan bagian perut (abdomen)
Adalah Panama (di benua Amerika) merupakan tanah genting terkenal karena meringkas jarak lumayan panjang.  Terusan Panama strategis digunakan untuk keperluan lalu-lintas pelayaran dunia.  Berkat terusan ini, jarak setara 13.000 km (setara 13 kali panjang pulau Jawa) berhasil dipangkas.

Sebagai contoh, jika kapal Anda akan berlayar dari San Francisco (Pantai Barat/Samudra Pasifik)  menuju kota New York (Pantai Timur AS/Samudra Atlantik) melalui jalur konvensional yaitu Selat Magelhaens (di ujung benua Amerika dan tidak melalui terusan ini) maka jarak perjalanannya menjadi 22.500 km (14.000 mil). Sedangkan jika memanfaatkan terusan maka jaraknya hanya menjadi 9.500 km (6.000 mil) saja!
Pos Perwakilan TNI AU berada di tanah genting Ujunggenteng
Tanah genting lainnya Suez (di Mesir) merupakan jalan pintas dari Eropa ke Asia.  Semenanjung Malaya di Asia Tenggara memiliki  tanah genting Kra di Patani Thailand Selatan.  Di Indonesia, Sulawesi barangkali memiliki tanah genting cukup panjang, namun tak ada terusan di sini.  Bila Anda dari Palu hendak ke Poso yang jaraknya relatif dekat, maka harus mengelilingi Gorontalo, Manado dan Bitung bila dengan kapal laut.
Di Ujunggenteng pun tak ada terusan. Nama Ujung berkaitan dengan daratan menjorok ke lautan relatif dekat hanya sekitar 2 km. Nama genteng sendiri  merupakan  tanah genting sempit di antara bekas dermaga tua di sisi barat dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Ujunggenteng di sisi timur.  Jaraknya sekitar 100 m. Di bekas dermaga  menyerupai  teluk itu dijadikan lokasi berlabuhnya perahu-perahu nelayan.  Bekas dermaga tua  persis berada di depan Pos Perwakilan TNI-AU Lanud Atang Senjaya, Ujunggenteng.
Ujunggenteng, tanah genting  di antara dermaga tua dan tempat Pelelangan ikan
Berburu ikan laut segar di TPI
Letak TPI berada di sebelah timur Pos Perwakilan TNI AU Lanud Atang Senjaya.    Suasana di pagi hari cukup ramai.  Perahu-perahu nelayan yang melaut sejak sore hari, pada pagi hari mendarat membawa sejumlah hasil laut.
TPI ramai dikunjungi konsumen dalam berburu ikan laut segar
Ikan-ikan segar yang baru diturunkan dapat Anda beli di sini.  Selain ikan layur populer di pantai selatan, ikan lainnya adalah bawal, tongkol, udang, kuwe, jongjolong, belanak, kakap, blatukak, cumi-cumi, dan sebagainya.  Bagi pecinta ikan-ikan besar, Anda bisa dimanjakan oleh ikan jangilus, ikan pari, atau ikan hiu.  Lobster pun dijumpai di pasar ikan ini.
Ikan segar bisa diperoleh secara langsung dari nelayan baru mendarat
Selain ikan segar, di pasar ini dijual pula ikan asin seperti: jambal roti.  Bagi suka jeroan ikan, jeroan ikan jangilus dan hiu dijual secara khusus. Begitupula sirip hiu.   Jangan takut ikan yang Anda beli busuk gara-gara  terlampau jauh jarak pulang. Sejumlah pedagang di sekitarnya menyediakan kemasan dus dan es batu untuk kesegaran buah tangan Anda.
Pecinta lobster dimanjakan di TPI Ujunggenteng
Sekedar membedakan dengan bahan protein lainnya seperti daging sapi dan domba (disebut juga daging merah, merah bisa diasumsikan tanda bahaya bagi berisiko penyakit kelebihan lemak), maka daging ikan dikenal sebagai golongan daging putih.  Daging putih bersifat  non-kolesterol sehingga selain nikmat juga aman dikonsumsi.

 
oleh-oleh ikan segar

 
                                                                                      (dadan wahyudin)
Sumber : dikutip dari BLOG PBSI S2 UNSUR

Semalam di Cikundul, Cikalongkulon Yang tak Terlupakan


KAN KUINGAT…DI DALAM HATIKU BETAPA INDAH SEMALAM DI CIANJUR JANJI KASIH YANG T’LAH KAUUCAPKAN PENUH KENANGAN…YANG TAKKAN TERLUPAKAN
TAPI SAYANG… HANYA SEMALAM, BERAT RASA… PERPISAHAN NAMUNKU… TELAH BERJANJI, DI SUATU WAKTU… KITA BERTEMU LAGI

Sayup-sayup terdengar alunan lagu "Semalam di Cianjur" karya Sarwana yang diputar di antara deretan kedai.  Malam itu kami yang sedang mengadakan studi lapangan di desa Majalaya sengaja  menyempatkan diri berkunjung ke Kompleks Makam Dalem Cikundul, leluhur Eyang Suryakancana. Kompleks itu  tak jauh dari Posko kami tinggal, yakni  di depan SD Cijagang.  Waktu dipilih setelah Isya.  Nama Cijagang memiliki makna historis sebagai cikal bakal  lahirnya  kabupaten Cianjur.
Mencari data variasi bahasa di bidang pertanian
Siang hari sebelumnya jadual kami cukup padat. Setelah diterima secara resmi di aula kecamatan, kami pun menyambangi baledesa Majalaya dan diterima aparat desa.  Sepulang dari baledesa, kami berpencar dibagi beberapa kelompok mencari data berupa variasi bahasa digunakan masyarakat setempat, terutama berkaitan dengan kosakata di bidang pertanian. Kumpulan  warga baru memanen padi langsung kami bidik.  Petani palawija yang sedang menjemur kedele pun tak disia-siakan. Begitupula petani ditemui di ladang dan peternak.

Malam itu langit amat cerah dan bertabur bintang. Kesempatan berada di daerah Cijagang kami maksimalkan. Kami mencoba berziarah ke makam Eyang Cikundul. Dipandu oleh Uwa Atang, kerabat kawan kami, yakni PakTamtam, ziarah malam itu tak menemui kesulitan berarti selain nafas yang tersengal akibat tingginya lokasi makam yang dituju.  Uwa sebagai seorang tokoh dan biasa memandu warga hendak ziarah ke sana.  Tak heran, penjaga kompleks Cikundul cukup familiar menyambut kami.
Menggali data kacang kedele
Meniti anak tangga
Uwa Atang, termasuk tokoh yang  cukup mengenal  sejarah Eyang Cikundul.   Ia mengisahkan bahwa kompleks makam itu berada di atas bukit.  Konon jumlah tangganya cukup unik, menurut mereka yang pernah ziarah ke sini,  hitungan jumlah tangganya, tidak selalu sama, ungkapnya.

Kami cukup mendengar saja kisah Uwa Atang, karena nafas kami bergulat dengan anak tangga yang begitu rapat.   Elevasi kemiringan cukup tajam, kaki pun terasa pegal dan nafas kami terengah-engah.  Dada turun-naik, kelelahan, dan jumlah tangga yang cukup banyak serta ukurannya tidak sama membuat peziarah sulit berkonsentrasi menurut kami  merupakan alasan logis mengapa sulit mendapatkan angka pasti  menghitung jumlah anak tangga. Buktinya beberapa kali dialami kami, kami  harus mengambil nafas panjang dengan istirahat sejenak dan terus terang konsentrasi menghitung anak tangga langsung buyar.
 
Akhirnya, dengan susah payah kami tiba di atas bukit. Kalau saja siang hari, mungkin  sketsa keindahan  alam  Cikalongkulon dengan segala pesonanya dapat dinikmati di sini.  Pantai Maleber, tepian sebelah barat waduk Cirata  akan tampak  di ujung cakrawala.  Namun, karena malam hari, hanya kerlap-kerlip lampu dari kejauhan sebagai pertanda suatu daerah pemukiman berpenghuni. Termasuk tampak areal parkir bermandikan cahaya dibalut gelapnya lingkungan sekitar.

Di sini,  berdiri  sebuah bangunan cukup megah dan kokoh  sangat artistik dengan nuansa Islami. Di tempat inipula dimakamkannya  Bupati Cianjur Pertama, Rd Aria Wira Tanu Bin Aria Wangsa Goparana (1677-1691) yang kemudian terkenal dengan nama Dalem Cikundul.   Areal makam yang luasnya sekitar 300 meter itu, berada di atas tanah seluas 4 hektar puncak Bukit Cijagang, Kampung Majalaya, Desa Cijagang, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten  Cianjur, Jawa Barat atau sekitar 17 Km kearah utara dari pusat kota Cianjur.

Setelah meminta izin petugas yang ada, Uwa Atang mencari tempat cocok.  Kami pun  memanjatkan do'a, salawat dan bermunajat dipimpin Uwa Atang.  Dilanjutkan dengan berdzikir mengucapkan kalimat toyibah dan tak lupa memanjatkan permohonan bersifat pribadi diutarakan dalam munajat tersebut.

Setelah ritual selesai, kami pun melihat-lihat seputar kompleks makam. Resik dan anggun. Di sini kami menyaksikan  foto keluarga  Ny. Hj. Yuyun Muslim Taher istrinya Prof. Dr. Muslim Taher (Alm) Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta.  Menurut keterangan salah seorang santri, Ny. Hj Yuyun dikenal sebagai donatur menyulap Kompleks makam menjadi representatif.  Tahun 1985, Kompleks ini direnovasi  menghabiskan dana  sekitar Rp 125 juta. Secara historianya, Ny Hj. Yuyun Muslim Taher  merupakan keluarga  dari Dalem Cikundul.

Puas dengan segala rasa kepenasaran,  kami memutuskan turun.  Anak tangga menanti kembali.  Namun besaran sudut dibentuk   sekarang secara ilmu fisika mendekati nol dan bantuan gravitasi bumi membuat perjalanan turun terasa ringan.  Sedekah kami berikan pada anak-anak yang ada di setiap belokan tangga.

Tampak pada jalur naik, warga  antusias menaiki anak tangga seperti apa dilakukan kami sebelumnya. Mereka peziarah yang baru datang.  Waktu menunjukkan pukul 23.45 WIB. Keramaian tak kunjung surut, malah semakin hangat saja.  Tak cuma orang dewasa atau usia lanjut, anak-anak kecil pun banyak dijumpai digendong oleh orang tuanya.

Perihal rahasia anak tangga, agar pembaca tak terus dipusingkan menghitung urusan jumlah anak tangga, menurut  keterangan Uwa Atang dan  dibenarkan juru kunci  H Akhmad Fudoli, jumlah tangga yang menuju lokasi makam yaitu tangga tahap pertama berjumlah 170 tangga. Kenapa  dibuat 170 buah?

Jumlah itu diambil dari bilangan atau hitungan membaca ayat kursi yang sering dilakukan orang, yang juga sering dilakukan Dalem Cikundul. Adapun jumlah tangga tahap kedua sebanyak 34 buah.

Sekilas tentang  Dalem Cikundul
13105035971299385286
Menurut kisah Uwa Atang dan dikonfirmasikan pada sejumlah referensi termasuk buku Sejarah Cianjur sareng Rd Aria Wira Tanu dalem Cikundul Cianjur (karya Bayu Surianingrat) dan beberapa situs tentang Cikundul,  kisah ini bila dirunut  bermula dari kerajaan Talaga direbut oleh Cirebon dari Negara Pajajaran dalam rangka penyebaran agama Islam (1529).  Tetapi raja-raja Talaga, yaitu Prabu Siliwangi, Mundingsari, Mundingsari Leutik, Pucuk Umum, Sunan Parung Gangsa,  Sunan Wanapri, dan Sunan Ciburang, masih menganut agama lama.

Sunan Ciburang memiliki putra bernama Aria Wangsa Goparana,  merupakan leluhur  Eyang Suryakancana  merupakan orang pertama memeluk  Islam, namun tidak direstui oleh orang tuanya. Akhirnya Aria Wangsa Goparana meninggalkan keraton Talaga  menuju Sagalaherang, Kabupaten Subang.

Di Sagalaherang, mendirikan pondok pesantren untuk menyebarkan agama Islam.  Pada akhir abad ke-17, beliau wafat di Kampung Nangkabeurit, Sagalaherang.   Beliau meninggalkan putra-putri, yaitu:   Djayasasana, Candramanggala, Santaan Kumban, Yudanagar, Nawing Candradirana, Santaan Yudanagara, dan Nyai Mas Murti. Aria Wangsa Goparana, menurunkan para Bupati Cianjur yang bergelar Wira Tanu dan Wiratanu Datar serta para keturunannya.

Putra sulungnya, Djayasasana dikenal hamba saleh.  Setelah dewasa Djayasasana meninggalkan Sagalaherang  diikuti orang dekatnya. Kemudian bermukim di Kampung Cijagang, Cikalongkulon, kabupaten Cianjur. Djayasasana yang bergelar Aria Wira Tanu, menjadi Bupati Cianjur atau Bupati Cianjur Pertama (1677-1691) meninggal dunia antara tahun 1681 -1706 meninggalkan putra-puteri sebanyak 10 orang, masing-masing Dalem Anom (Aria Natamanggala), Dalem Aria Martayuda (Dalem Sarampad),  Dalem Aria Tirta (Di Karawang),  Dalem Aria Wiramanggala (Dalem Tarikolot), Dalem Aria Suradiwangsa (Dalem Panembong), Nyai Mas Kaluntar,  Nyai Mas Karangan,  Nyai Mas Djenggot dan Nyai Mas Bogem.

Siapa Eyang Suryakancana?
Dikisahkan dan dipercaya sebagian masyarakat bahwa Djayasasana  bergelar Aria Wira Tanu  memiliki seorang istri lain dari bangsa jin Islam dan dikaruniai  tiga orang putra-putri, yaitu Raden Eyang Suryakancana yang hingga sekarang dipercayai bersemayam di Gunung Gede atau hidup di alam jin, kini dijadikan nama Universitas Suryakancana Cianjur. Putri kedua, Nyi Mas Endang Kancana alias Endang Sukaesih alias Nyai Mas Kara, bersemayam di Gunung Ceremai, dan Andaka Warusajagad (tetapi ada juga yang menyebutkan bukan putra, tetapi putri bernama Nyai Mas Endang Radja Mantri bersemayam di Karawang).

Dalem Cikundul sebagai leluhurnya sebagian masyarakat Cianjur, yang tidak terlepas dari berdirinya pedaleman  Cianjur. Maka Makam Dalem Cikundul dijadikan tempat ziarah yang kemudian oleh Pemda Cianjur dikukuhkan sebagai obyek wisata ziarah, sehingga banyak dikunjungi penziarah dari pelbagai daerah.

Selain dari daerah-daerah yang ada di P Jawa, banyak juga penziarah dari luar P. Jawa seperti dari Bali,  Sumatra,  Kalimantan, banyak juga wisatawan mancanegara.

Peziarah setiap bulan rata-rata mencapai 30.000 lebih pengunjung, mulai dari kalangan masyarakat bawah, menengah, hingga kelas atas, dan ada pula dari kalangan artis.  Kata Pak Tamtam, juniornya Uwa Atang (keponakan) biasanya  peziarah paling banyak pada bulan Mulud dan kalo perhari, maka  malam Jumat merupakan  waktu "prime time" (utama), apalagi malam Jumat Kliwon dan pada hari Minggu.

Penulis menyaksikan sendiri betapa ramainya kompleks ini, meskipun kehidupan sudah jauh didekap kelambu malam. Deru suara knalpot bus memilih tempat parkir memecah kebekuan malam dan  hilir mudik peziarah maupun aktivitas pedagang di seputar areal parkir membuat kompleks di areal ini  hampir tak pernah tidur.   Fasilitas parkir cukup luas,  kedai oleh-oleh khas Cianjur, juga penginapan tersedia di sini.  Peziarah dapat meluruskan kaki dari rasa pegal di emperan mesjid atau tempat istirahat lainnya.
Insiden sawo
13105066131281021257
Setelah selesai ziarah, Pak Akrom (kawan kami seksi logistik) memborong sawo dan manisan yang banyak dijajakan di sana (pesanan kawan ibu-ibu), sebagai ganti sawo siang tadi.  Bukan apa-apa, ada insiden lucu sebelumnya. Kawan ibu-ibu dibuat ngiler berat berkaitan dengan sawo.  Kisahnya begini,  ada sisa satu sawo saat rombongan tiba di Posko II.  Secara tidak saya sadari, saya  makan habis sawo semata wayang itu. Rasanya kareueut alias manis abisss.  Ternyata  milik si empunya rumah.  Sang empunya rumah kebetulan sedang ziarah ke Banten.  Kawan-kawan dari pagi hanya mengelus-elus tanpa berani memakannya.
Ketidaktahuan itu karena,  saya terakhir datang (setelah memetakan penginapan sama Pak Jun) dan nalurilah bertindak  ….  hemm nikmat nian.   Kawan-kawan hanya menelan ludah.   Untuk mengobati rasa penasaran itu, sawo dijajakan di  kompleks makam Eyang Cikundul itu, sepulang dari ziarah menjadi sasaran pelampiasan  kawan-kawan. Borooong ...  Kisah sawo manis secara manis pula telah dimuat di Majalah Mangle  majalah Sunda terbit di Bandung.

Tapi sayangnya, kami di Cikundul hanya semalam. Berat rasanya meninggalkan daerah sarat histori, sebagai awal mulanya sejarah kabupaten Cianjur berdiri. Esoknya kami bersiap diri untuk  mengikuti pertemuan dengan dosen pengampu mata kuliah  di Cikalongkulon. Sekilas pertemuan itu dapat pembaca telusuri di Kuliah Lapangan Bersama Prof. Yus

Saya dan Pak Jun, orang terakhir pulang dari Cikalongkulon, untuk berpamitan menemui Pak Camat di Kantor Kecamatan Cikalongkulon.

Sayonara, Cikundul! Selamat tinggal Cikalongkulon!
[dadan wahyudin, wakil koordinator studi lapangan Cikakul 2011/diolah dari berbagai sumber]*** 

Sumber : dikutip dari: BLOG PBSI S2 UNSUR CIANJUR

Minggu, 08 Juli 2012

MENJADI PRIBADI YANG SANTUN




Oleh Nina, S.Pd (mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia S2 (PPs) Unsur Cianjur)

dimuat di Majalah ISMA No. 118/22 Mei-21 Juni 2012

Coba kita sama-sama bayangkan, andaikata kita sedang mencari alamat dan bertemu kumpulan remaja, lalu menanyakan alamat rumah Pak Ali di mana? “Tidak tau!!” jawabnya sambil asyik bermain gitar bersama sebayanya. Atau dapat kita rasakan bagaimana hati amat tidak nyaman, bila keluarga kita sedang sakit keras, tetangga lain malahan asyik memutar lagu dangdut dan berjoget berpesta pora? Atau anak tetangga membuang sampah di halaman rumah kita? Adapula anak muda begitu asyiknya mengoprek motor dan memainkan bunyi knalpot keras-keras, di saat kita sedang istirahat siang? Jawabannya pasti amat jengkel, kan..

Pribadi yang santun

Tatakrama diperlukan untuk hidup saling bertetangga dan beraktivitas sehari-hari. Sungguh menyenangkan bila hidup ini penuh tatakrama. Saudara atau teman kita, selalu menunjukkan perangainya baik, wajahnya berseri, ucapannya yang baik, dan perilakunya yang terpuji.

Betapa damai bila kita diberi lingkungan yang kondusif. Saling menasihati, saling membantu dan saling mengingatkan. Saling menolong di kala saudara atau tetangga sedang dilanda kesusahan, saling menasihati dan memberi motivasi di kala kita atau kawan gundah gulana, atau saling mendo’akan satu sama lain. Perilaku sungguh terpuji.

Untuk menjadi pribadi yang santun, ada hal perlu diperhatikan, yaitu: (a) jadilah pribadi terbuka, sederhana, sabar, dan menghargai orag lain. (b) selalu berpikir positif dan berprasangka baik. (c) berbicara sopan santun. (d) tunjukkan mimik muka yang cair dan bersahabat; (e) bersikap legowo, berbesar hati dan menerima masukan orang lain.

Pribadi yang santun harus tertanam dalam diri kita sendiri, bukan atas paksaan atau tekanan pihak lain. Mulailah dengan memberi wajah familiar terhadap siapapun. Sapalah mereka dengan sopan. Jangan menyombongkan diri sendiri. Berusahalah agar bisa menghargai dan menghormati orang lain. Berpikirlah positif dalam menyikapi sesuatu hal. Penuiis yakin, kita dapat menjadi pribadi yang santun yang dicintai orang lain dan memiliki sahabat yang banyak.

Perubahan Tatakrama

Tatakrama dapat berubah bentuknya, dipengaruhi waktu, tempat, struktur sosial, dan situasinya. Sejak zaman dulu hingga sekarang, perilaku tatakrama telah mengalami perubahan. Tatakrama di tanah Pasundan mengalami berbagai masa, yaitu zaman kerajaan, zaman dalem, zaman Belanda, hingga zaman sekarang. Sebagai contoh, tatakrama orang Sunda seperti yang dikemukakan oleh D.K. Adiwinata, tatakrama yang dianggap paling baik dan sopan pada zaman dulu mungkin saja tidak cocok diterapkan pada zaman sekarang. Contohnya saja, apabila bertemu raja atau anggota kerajaan di jalan, orang-orang yang ada di pasar atau di jalan diharuskan langsung duduk bersimpuh sambil menyembah sebagai tanda menghormati dan mengagungkan.

Kini hal itu tidak dilakukan lagi, orang-orang dapat menyambutnya tak lagi berlebihan. Sebagai penghormatan dapat diberikan berupa apresiasi atau menyalaminya. Terhadap bupati, atau pejabat tak ada lagi penghormatan berlebihan yang melecehkan martabat dan hak azasi manusia di mata sesama manusia lainnya.

Tatakrama seperti halnya bahasa dalam perkembangannya selalu dinamis dan digunakan sebagai alat komunikasi dan bergaul dalam masyarakat. Di berbagai tempat dan elemen, seperti di lingkungan rumah, sekolah, rumah sakit, tempat pekerjaan, atau daerah satu dengan lainnya seperti Bandung atau Purwakarta memiliki kebiasaan dan tradisi lokal yang berbeda. Kita sebagai pendatang selayaknya mengetahui adat-istiadat setempat, agar diterima oleh masyarakat setempat.

Kalau kita mengacuhkan, alamat mendapat kesulitan, bahkan diitolak masyarakat di sana. Kita harus pandai menjaga dan menempatkan diri. Hal sesuai dengan pepatah, “di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung”.

Begitu tatakrama di rumah sakit, janganlah berbuat gaduh atau berbicara keras. Lembutkan suaramu. Bila menjenguk orang sakit, hiburlah mereka dengan ucapan yang membangkitkan motivasi. Lalu do’akan agar cepat sembuh. Taatilah aturan di rumah sakit, seperti menjenguk di saat jam besuk, tidak membawa anak kecil, tidak gaduh, dan sebagainya. Sementara bila di stadion sepakbola, kita boleh berteriak sepuasnya, namun jangan mengabaikan tatakrama, yaitu tidak mengumpat, memprovokasi atau berbuat anarki. Tatakrama di mesjid, kita sebaiknya menggunakan pakaian bersih, mencuci kaki, memiliki abdas (wudu), dan usahakan selalu berzikir. Ingat, tatakrama di mesjid untuk menghindarkan diri dari berbuat gibah, bermain-main atau hal-hal memubadirkan waktu.

Di sekolah, selain ada aturan tertulis, juga aturan tidak tertulis. Semua itu harus dilaksanakan. Peserta didik harus berseragam sesuai yang telah ditentukan, datang tepat waktu, konsentrasi dalam belajar, mengerjakan tugas, dan lain-lain. Hal yang sama berlaku bagi guru, musti tidak terlambat, penuh dedikasi dan tanggung jawab, mengajari dan mendidik anak-anak.

Pada kehidupan bermasyarakat, terdapat berbagai kelas sosial seperti keadaan sosial-ekonomi, gender, ketokohan, pendidikan, dan lain-lain. Meskipun semua manusia memiliki derajat sama, tetapi penghormatan dan sikap santun perlu kita berikan kepada siapa pun baik mereka lebih tua ataupun lebih muda, orang dikenal ataupun baru dikenal, status sebagai atasan atau bawahan, kepada laki-laki atau perempuan. Dengan selalu menjungjung tatakrama, kita pun bakal dihormati dan disegani oleh mereka. Ini sesuai dengan pepatah, anda sopan, kami segan.

Tatakrama terkait dengan situasi, yakni (a) situasi resmi (formal), misalnya rapat, seminar, ceramah, mengajar, dan lain-lain; (b) tidak resmi (non formal), mengunjungi saudara, menengok orang sakit, dan sebagainya. (c) religius: pengajian, tablig akbar, dan sebagainya. (d) adat-istiadat: acara pernikahan, atau khitanan, (e). Keakraban: bercanda dengan teman, dan sebagainya.

Pada kegiatan resmi seperti rapat, perhatikan tatakramanya. Datang usahakan tidak terlambat, berpakaian rapi. Usahakan membawa buku catatan dan balpoin untuk mencatat jalannya rapat. Jangan menyela pembicaraan. Mintalah izin ketika akan menyanggah atau memberi usul. Jangan meninggalkan rapat, sebelum pimpinan rapat meninggalkan ruangan. Begitu pula saat acara pengajian, pakailah baju muslim, kopeah, bersih dan wangi.

Bila kita memperhatikan hal yang di atas, maka di mana pun kita berada, kita mudah beradaptasi dan akrab dengan warga yang baru ditemui sekalipun. Tatakrama terus mengalami perubahan, tapi  prinsipnya sama, yaitu merupakan nilai-nilai untuk saling menghormati dan menghargai sesama. ********