Hujan rintik-rintik di pintu tol Cileunyi di Sabtu malam
Saya bisa mengobrol di angkutan kota yang ke arah Tanjungsari. Seorang mahasiswa dan Ibu Guru. Tanpa anak-anak. Dengan tas dan buku ala mahasiswa, membuat jiwa muda bergelora. Tak peduli angkot melewati kampus almamaterku di Jatinangor, kali ini serasa menjadi mahasiswa kembali.
Suatu waktu, istri saya harus mengikuti kegiatan PGRI di Jakarta selama 3 hari yang rencananya pulang hari Sabtu. Saya mengantar sendiri ke travel di Kopo Mas Bandung di hari Rabunya.
Sabtu siang acara di Jakarta sudah usai. Meski saya di Cianjur, saya sarankan agar istri saya jangan melewati jalur puncak karena suka macet akibat sistem buku-tutup. Tetapi melalui tol Cikampek saja langsung Cipularang dan turun di Cileunyi. Prediksi saya dua setengah jam dari Cianjur melewati jalan raya biasa akan sama dengan dua jam menggunakan bus dari Kampung Rambutan melalui tol Cipularang.
Tetapi di Ciburuy bus tertahan macet agak parah. Sehingga tersendat-sendat. Tetapi akhirnya tiba juga di ujung tol Cileunyi tepatnya di depan RS AMC Cileunyi. Baterei hp ku byar-pet, hidup - mati. Hape masih bisa dibeca ada pesan bahwa istriku sampai Cimahi menggunakan bus Karunia Bhakti AC dari Kampung-Rambutan via tol Cipularang. Bus Karunia Bhakti via tol amat jarang, tetapi ada sekitar satu atau dua jam sekali. Sementara bis yang sama via Cianjur hampir setengah jam sekali tiba.
Sebagai suami yang baik, dalam keadaan hujan rintik-rintik saya putuskan untuk menanti bus Karunia Bhakti tujuan Garut yang menggunakan AC. Tiba-tiba bus yang dimaksud datang, saya pun sumringah. Ternyata istriku tidak terlihat. Saya putuskan menunggu lagi bus yang sama dari Jakarta.
Pukul 22.00, bus datang lagi, dan hasilnya nihil lagi. Saya pun berpikir ulang untuk pulang saja, tapi angan terbawa bagaimana kalau istri turun dengan membawa tas besar sehabis kegiatan 4 hari. Kasihan juga ... Untuk mengisi pulsa, hapeku mati total. Ada telepon umum tapi nomornya tidak ingat, karena disimpan di hape yang mati. Malam pun beranjak pekat. Satu persatu kios menutup pintunya. Tinggal beberapa pedagang asong yang setia mengadu nasib di kedinginan malam.
Akhirnya, saya putuskan pulang jam 23.00. Sesampai di rumah, ternyata istriku sudah ada bercengkrama dengan anak-anak. Ia pulang jam 18.00. Saya tidak membaca jam berapa ia meng-SMS sekitar Cimahi itu karena hape langsung mati.
Kawanku menyindir, "Hape boleh mati, tapi hati dan instink gak boleh mati.....".
Sebagai hiburan, istriku memuji "heroisme" dan "kesetiaanku" yang rela menanti di tapal batas di ujung tol dalam waktu yang tak berujung .......
Panineungan.....Cileunyi, 28 Maret 2011 (***)/dan w dhien