BERBAKTI DAN MENGABDI

BERBAKTI DAN MENGABDI

Kamis, 01 Maret 2012

Harapan di Tengah Permasalahan Pendidikan Dasar dan Menengah


oleh


 
      A.    Pengantar
Kondisi rendahnya mutu pendidikan di Indonesia cenderung dibesar-besarkan dan kurang didalami faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Mengapa mutu pendidikan kita rendah? Jawaban yang mudah dan sering dikemukakan adalah kurikulum sering berganti, sarana dan prasarana pendidikan kurang memadai, dan gaji guru rendah. Tanpa memperhatikan faktor-faktor relevansi yang dimaksudkan dengan itu. Padahal ada hal-hal lain yang lebih mendasar yang perlu mendapat perhatian lebih serius. Hal-hal yang mendasar itu yaitu tidak dipraktikkannya ilmu pendidikan dan merajalelanya kecelakaan pendidikan merupakan dua hal yang menjadi akar rendahnya mutu pendidikan tersebut.


B.    Pentip dan Kecelakaan Pendidikan
Tidak dipraktikkannya ilmu pendidikan atau pendidikan tanpa ilmu pendidikan (pentip), yakni tidak dipraktikkannya ilmu pendidikan dalam penyelenggaraan praktik pendidikan di Indonesia. Menurut Prof. Dr. Prayitno, M.Ed., dalam bukunya; “Pendidikan: Dasar, Teori, dan Praksis” (2009 : 1), yaitu bahwa pendidikan kita memerlukan pemenuhan basic need-nya pendidikan, yaitu Ilmu Pendidikan (IP). Pentip sejalan dengan tidak terpenuhinya basic need itu, yang secara langsung mengkerdilkan kehidupan pendidikan, ibarat anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga kurang gizi, terkena penyakitan, dan busung lapar.


Kecelakaan pendidikan dapat berbentuk pelecehan dan penganiayaan terhadap peserta didik yang berakibat terhambatnya, bahkan hilangnya kesempatan dan hak-hak pendidikan peserta didik. Tidak boleh masuk sekolah karena tidak bisa membayar SPP, tidak memakai baju seragam, dimarahi dan dihukum karena terlambat/membolos atau tidak mengerjakan pekerjaan rumah, diskors atau bahkan dikeluarkan dari sekolah, semuanya merupakan kecelakaan pendidikan. 


Kaitan dengan SPP, nampaknya bagi pendidikan dasar sudah tidak menjadi masalah krusial karena pemerintah melalui Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Disusul kemudian dengan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar merupakan kebijakan yang mendukung masyarakat atau orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya minimal pendidikan dasar sembilan tahun, yang dibiayai oleh dana APBN melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan siswa miskin (BSM). Untuk SPP dengan dana BOS tersebut dan transport bagi siswa miskin dengan dana BSM. Sehingga tidak menjadi alasan penyebab terjadinya putus sekolah dasar 9 tahun. Selain untuk pendidikan dasar, kita berharap pula pendidikan menengah dapat dibiayai oleh dana APBN melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tersebut. Karena masih banyak lulusan SMP/MTs yang tidak mampu melanjutkan ke tingkat selanjutnya. Mereka atau orang tua beralasan bahwa biaya pendidikan menengah mahal. Dengan adanya dana BOS bagi SMA/MA/SMK/MAK, maka para siswa yang telah menyelsaikan pendidikan di tingkat SMP/MTs dan sederajat dapat melanjutkan ke SMA/MA/SMK/MAK dan sederajat.


Hak-hak pendidikan peserta didik yaitu mengikuti kegiatan (a) rohani, (b) jasmani, dan (c) berbahasa. Kegiatan rohani meliputi berniat, berkehendak, berpikir, berimajinasi, mengingat, merasa dengan hati, dan mengimani. Kegiatan jasmani meliputi menggerakkan kepala, badan, kaki, tangan, dan seterusnya. Sedangkan kegiatan berbahasa meliputi keterampilan menyimak/mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.


Kembali kepada kecelakaan pendidikan berikutnya. Pada tahun-tahun terakhir ini, kecelakaan pendidikan mencuat melalui praktik menyontek yang ramai diberitakan di Televisi dan Surat Kabar. Kepada para siswa sepertinya dijanjikan bahwa dalam mengerjakan soal-soal ujian, baik ujian sekolah, apalagi ujian nasional (UN) akan memperoleh bantuan jawaban dari pihak tertentu di luar diri mereka sendiri, bahkan ada yang langsung dari guru mereka dan/atau teman mereka atau dari tim sukses yang dibentuk secara khusus untuk itu. Alasan utama yang sering mengemuka atas kegiatan menyontek itu adalah untuk menjaga citra sekolah (agar siswa di sekolah yang dimaksud lulus semuanya), dan/atau untuk meningkatkan peringkat mutu pendidikan di daerah yang dimaksud. Praktik menyontek ini dapat benar-benar menjadi kecelakan pendidikan, mengingat akibat yang ditimbulkannya pada diri peserta didik, yaitu mereka menjadi merasa tidak perlu berdisiplin dalam belajar, tidak perlu bekerja keras untuk mencapai keberhasilan, dan tidak perlu berlaku jujur dalam mencapai sesuatu yang benar (Prayitno, 2009 : 2). Dengan demikian, maka akan hancurlah kunci-kunci dan sendi-sendi kehidupan yang sukses melalui kedisiplinan, kerja keras, kejujuran, ketekunan, dan keuletan.


Mengapa pentip dan kecelakaan pendidikan itu terjadi? Menurut Prayitno (2009 : 2), tanpa menuding salah satu pihak, hal-hal berikut pada umumnya merupakan penyebab yang cukup signifikan, yaitu pendidik tidak dilatih terlebih dahulu untuk melaksanakan tugas-tugasnya (untrained), tidak terlatih dengan baik (undertrained), kurang peduli atas tugas dan kewajibannya (uncommitted), fasilitas pendidikan rendah (underpaid), sikap pragmatism, dan keberatan beban. Semua penyebab tersebut sebenarnya terkait dengan dibiarkannya IP. Karena pentip itulah berbagai praktik pendidikan dilaksanakan menjadi salah, sampai-sampai menimbulkan berbagai kecelakaan pendidikan. Dengan kata lain, pentip harus dilawan dengan pendip, yaitu pendidikan tanpa ilmu pendidikan harus dihancurleburkan melalui pendidikan dengan ilmu pendidikan.


C.    Pengaturan Standar Nasional Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan dengan ilmu pendidikan sekarang ini, kita memiliki segudang harapan terhadap pendidikan tersebut, yaitu sejak diundangkan dan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanan Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta tunjangan kehormatan profesor, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Berkaitan dengan Standar Nasional Pendidikan, Pemerintah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan tersebut membentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).  BSNP telah menunaikan kewajibannya yaitu menyusun Standar Nasional Pendidikan melalui pelaksanakan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut di atas dengan tekhnis pelaksanaannya yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional yakni dengan menetapkan delapan Standar Nasional Pendidikan. Delapan Standar Nasional Pendidikan tersebut, yaitu : (1) Standar Isi, (2) Standar Proses, (3) Standar Kompetensi Lulusan, (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (5) Standar Sarana dan Prasarana, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan, dan (8) Standar Penilan.


Pendidikan dengan ilmu pendidikan yang dimaksud adalah praktik pendidikan semua lembaga pendidikan dasar dan menengah harus mempedomani dan melaksanakan delapan Standar Nasional Pendidikan tersebut.  Delapan Standar Nasional Pendidikan ini tekhnisnya tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah/Madrasah (RKA-S/M) serta Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI, SMP/MTS, dan SMA/MA/SMK/ MAK. KTSP ini sebagai program sekolah/madrasah dalam melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2006 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 dan 23 tahun 2006 tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Dengan demikian, KTSP tersebut sejalan dengan manajemen kurikulum berbasis sekolah atau Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagaimana yang ditulis oleh Dr. E Mulyasa, M.Pd., dalam bukunya yang berjudul Manajemen Berbasis Sekolah (2002).


Dalam rangka memanajerial program sekolah/madrasah, maka dibutuhkan pemimpin yang mempunyai pengetahuan yang komprehensif tentang penyelenggaraan pendidikan dengan ilmu pendidikan tersebut di atas. Kepala sekolah/madrasah merupakan manajer yang harus dapat melaksanakan pendidikan dengan ilmu pendidikan. Sebagai seorang manajer, maka kepala sekolah/madrasah harus memenuhi standar kepala sekolah/madrasah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Untuk memenuhi standar kepala sekolah/madrasah tersebut diperlukan menyiapkanya melalui pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah sebagai suatu tahapan dalam proses penyiapan calon kepala sekolah/madrasah melalui pemberian pengalaman pembelajaran teoretik maupun praktik tentang kompetensi kepala sekolah/madrasah yang diakhiri dengan penilaian sesuai standar nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah/Madrasah.


D.    Penutup
Melalui uraian tersebut di atas, maka harapan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia pada masa yang akan datang menjadi lebih berkarakter baik. Hal ini yang diharapkan oleh kita semua. Oleh karena itu, mari kita perjuangkan oleh semua pihak, baik pemerintah, ormas, yayasan, tokoh pendidikan, orang tua, dan lainnya untuk menuju kepada pendidikan yang menumbuhkembangkan tunas-tunas bangsa menjadi pemimpin bangsa yang berkarakter mulya. Memperjuangkan pendidikan bagi tunas-tunas bangsa yang berkarakter baik tersebut merupakan amal yang sangat mulya. Tentu saja para pejuannya dapat dikategorikan sebagai pahlawan bangsa yang sangat berjasa bagi agama, nusa, dan bangsa. Sekian, terima kasih, semoga bermanfaat. Amien. **




[*] 1. Tenaga Pengajar di Pesantren Persatuan Islam 04 Cianjur
   2. Mahasiswa Pascasarjana (S.2) Universitas Suryakancana Cianjur Semester 3 Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar